Rabu, 25 Juli 2012

REFLEKSI: Dari Benci Turun ke Hati


Pastinya Anda punya dong, orang paling tidak disukai.
            Entah itu orang yang suka merendahkan Anda, nyebelin, ngegemesin, suka jahil, sering menghina dan lain-lain. Hei, apakah Anda mengoleksi beberapa orang nyebelin dalam daftar yang tertulis di hati. Ia membuat Anda cemberut setiap kali namanya disebut. Hayooo mengaku sajalah, seberapa banyak sih daftar benci mengisi hati Anda? Hi-hi-hi. Yah mudah-mudahan nama saya tidak tercatat di dalam koleksian tersebut. Amin. ^__^
            Ngomong-ngomong pernahkah kita sadar bahwa tubuh ini sering mengkomunikasikan sesuatu pada kita. Hati kita mengirimkan pesan untuk kita dalam rupa sakit, tapi lucunya kita langsung obati rasa itu dengan berbagai obat. Padahal belum siap dan masih memunculkan sakit. Bisa dari rasa marah yang belum terselesaikan, rasa benci yang disimpan di pencernaan. Karena kita tidak atau belum pernah belajar bagaimana cara hati berkomunikasi dengan kita. Yaaah jadinya semakin bingunglah kita saat mengalami sebuah rasa yang nggak nyaman dalam diri kita ini.
            Bila kita sepakat dan meyakini bahwa rasa sakit adalah pesan dari alam bawah sadar kita, maka lebih baik kita introspeksi diri, apa maksud alam bawah sadar kita dengan adanya sakit ini.
            Maka yang terpenting, cobalah ambil keputusan untuk melangkah. Barangkali kita lupa untuk memaafkan. Katakan maaf pada bagian tubuh yang dirasa sakit itu. Sampaikan dengan sungguh-sungguh dengan lisan maupun dalam hati. Katakanlah maaf karena selama ini menyimpan benda buruk di tempat suci bernama hati. Katakanlah, “Maafkan saya karena mengabaikan hati. Maaf karena selama ini tidak memahami betul maksud pesan rintih hati.”
            Kemudian maafkanlah orang-orang yang sempat mengisi daftar benci di hati kita. Seperti halnya hati ini memaafkan kita karena telah menyimpan benda tidak baik di dalamnya.  Walau berat untuk memaafkan, tapi hal itu bisa melegakan perasaan dan bikin plooong... seberat apa pun itu lepaskanlah semua benci ke udara, melupakan kesalahannya bersamaan helaan nafas.
            “Tapi kan tidak semudah itu memaafkan kesalahannya, Mas? Masih terasa sakiiiit banget kalau inget perlakuannya pada saya.”
            Yah saya pun sependapat, tidak mudah memang memaafkan kesalahannya, bila hati ini belumlah lapang dan terbuka. Bukankah pada akhirnya lebih indah jika memaafkan tanpa syarat. Yuk ahh, lapangkan hati selapang laaapangnya. He-he-he.
            “Lantas bagaimana caranya Mas, agar hati ini bisa lapang selapang laaapangnya?”
            Nah supaya bisa lapang selapang laaapangnya, bertanggung jawablah pada rasa sakit itu. Mungkin ada keputusan keliru di masa lalu, atau sebuah marah yang belum terselesaikan. Atau sebuah kekecewaan yang masih tersimpan. Bertanggung jawablah dari rasa sakit itu. Bahwa kita pernah salah dan keliru.
            Sederhananya begini, keberadaan kita sebagai manusia yang pernah berlaku tidak menyenangkan dan pernah membenci menggambarkan bahwa kita benar-benar manusia. Tempatnya salah dan lupa, makhluk ciptaan-Nya yang sempurna. Bukankah kondisi tidak baik tersebut (dalam keadaan marah dan benci) merupakan sebuah latihan  mematangkan jiwa dan melatih kesabaran. Jika manusia dalam kondisi apa pun adalah ciptaan hebat dari Sang Maha Pencipta, Allah SWT, mengapa masih menganggap dirinya tidak bisa memaafkan? Maafkanlah mereka yang pernah meleceh keadaan buruk. Karena hidup harus dijalani dengan tangan merangkul, bukan menuding. Dan kalau sudah menerima, semuanya akan jauh lebih lapang selapang laaapangnya. He-he-he.
            Nah setelah kita memaafkan diri sendiri, bertanggung jawab pada kekesalan yang sudah-sudah, terakhir taburlah hati dengan bubuk-bubuk cinta. (Suit-suit he-he-he)   
            Boleh saja ia membuat Anda kesal dan kecewa dibuatnya. Silahkan saja ia merendahkan anda hingga membuat dongkol karena perlakuannya. Tapi Anda berhak dong, untuk bersikap baik dan santun dihadapannya. Anda berhak menjaga integritas dan menjaga silaturahim Anda, serta memaafkannya. Semata-mata itu dilakukan demi cinta, seperti halnya kita mencintai Allah dengan segala karunia-Nya.
            Yap, taburlah cinta karena-Nya. Karena bisa jadi disuatu pagi Anda bisa plooong berjumpa dengan orang yang pernah Anda benci. Atau jangan-jangan malah seperti anak tetangga saya. Dulunya senang berkelahi, eeh setelah tumbuh gede mereka sudah jadi suami istri hi-hi-hi. Dan sudah dikaruniai seorang anak pula. Nah itu dia salah satu contoh kemurahan cinta-Nya.
            So, hela nafas sejenak, enjoy your time. Lepaskan ego-ego masa lalu, just relax… And say:
di depanmu aku tidak bisa marah
mungkin benar saat serpihan senyummu tumpah ruah
mengisi dahaga hariku jadi tawa
kesalku pun terlantar, dan benci nyaris punah
dalam hati ego bertekuk pasrah
apakah ini yang disebut cinta?
            He-he-he. Ngomong-ngomong keren juga ya ending-nya dengan puisi. Jadi gimana gitu he-he-he. Duh, lugunya saya ini. Yogi… yogi… ada-ada saja :p Maaf lahir batin yaa ^___^
***
Bekasi, 25-7-2012