Selasa, 15 Oktober 2013

UNTUK ANAK-ANAK BEKASI

Matahari tumbang di kaki langit barat sana, menyisakan langit merah. Perlahan cahaya lampu mengambil alih kota. Lantunan adzan mengalir di permukaan menara.  Kutambatkan Supra Fit-X ku di halaman masjid itu. Satu per satu anak-anak berteriak menubruk kedua kakiku. Berebut menyalami tanganku. Tawa-tawa lucu tak kalah seru, kocak. Pemandangan ini, suasana ini membuat hatiku berkedut. Ahh… mereka selalu membuat gairah hidupku semakin menggebu.
            
Menjadi Pengajar di Taman Pendidikan Qur’an untuk generasi-generasi muda, itulah aktivitas soreku sekarang. Setelah siang memanggang aktivitas dagang, setelah aktivitas dakwah bersama #IndonesiaTanpaJIL membuat lelahku membuncah, selalu ada seribu alasan yang mengajakku tetap tetap melangkah menemui mereka, calon pengemban risalah. 

Anak-anak? Dari tangan merekalah kelak peradaban madani muncul kembali. Apalah artinya diriku bila tak bisa mengawal mimpi mereka. Tak akan ada yang tahu jadi apa mereka 10-20 tahun kedepan. Jangan-jangan mereka akan menjadi pemimpin bangsa, atau guru hebat, pengusaha muslim, dokter, juru rawat, penulis, ahh… siapa yang tahu? Yang jelas aku mau menjadi bagian guna mendidik mereka. Bahkan aku bermimpi membuat Islamic Boarding School untuk asupan pendidikan anak-anak di kota Bekasi. Seperti halnya Komunitas menara A. Fuadi atau TK Khalifah Ippo Santosa. 

Semoga saja. :D
Narsisnya murid-murid putri

Guru-guru TPA Al-Ihsan

Murid favoridku, calon mujahid

Selasa, 01 Oktober 2013

MENGENAL BAHAYA ISLAM LIBERAL

Apa itu liberalisme? Istilah liberal berasal dari bahasa latin: liber yang maknanya bebas, merdeka. Prinsip utama paham ini adalah tunduk pada otoritas yang bertentangan dengan hak azasi manusia serta kebebasan dan harga diri. Paham liberal menjadikan relativisme sebagai tonggak dalam menilai suatu kebenaran; kebenaran bersifat relative sesuai dengan culture dan kondisi masyarakat setempat.
            
Sementara liberalisme agama sendiri memahami nash-nash agama (Al-Qur’an dan Sunnah) dengan akal dan pikiran yang bebas. Dalam situs resminya, Jaringan Islam Liberal menempatkan kebebasan ber-ijtihad pada suatu dimensi Islam sebagai landasan Islam liberal.
            
Selain itu Islam liberal pun mengakui adanya “wahyu progresif” dan gerak sejarah yang maju sehingga mendekati cita kemanusiaan yang universal sebagaimana mereka kehendaki. Wahyu progresif adalah wahyu yang tidak dipandang berhenti hanya karena wafatnya Rasulullah saw. Meski  Rasulullah saw telah tiada, pewahyuan tetap berjalan terus melalui ijtihad manusia, rasio dan otak. Maka tidaklah heran kalau mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an turun ke bumi berdasarkan situasi kemanusiaan yang terus berkembang.
            
Usut punya usut ternyata opini mereka mengenai wahyu progresif diilhami oleh paham gradualisme (evolusi). Ini menjadi lucu dikalangan intelektual muslim lainnya. Bahkan peradaban Barat sendiri belakangan mulai meragukan teori khayalan dari Charles Darwin tersebut.

Well, ada beberapa hal yang mengundang pertanyaan sebenarnya, apakah semua sejarah berdasarkan paham dari gradualisme (evolusi)? Lebih lanjut mengenai wahyu progresif, apakah penalaran kita (selaku manusia biasa) juga bisa disebut wahyu? Mengapa mereka seenaknya menggunakan kata wahyu? Bukankah wahyu hanya diturunkan kepada Rasulullah saw saja?

Proses liberalisasi rupanya tidak hanya menyentuh aspek akidah dan syariah, namun juga telah mencabik-cabik kitab suci Al-Qur’an. Akhirnya dapat kita simpulkan Liberalisme ini adalah paham pembebasan manusia dari agama-agama dan aturan-aturan keagamaan. Pengusung ide ini menganggap agama hanyalah hubungan individu antara manusia dan khaliqnya dan tidak berhak mengintervensi kepentingan publik.

Sejatinya Islam merupakan agama otentik dan bermuatan konsep yang final dan diturunkan Allah SWT. Maka dapat kita pahami penggunaan Islam sebagai pendukung ideologi liberal sangatlah bertentangan dan tidak dibenarkan. Maka melalui ketentuan Fatwa MUI No.7/Munas VII/MUI/11/2005 menyatakan paham liberal adalah haram. Wallahu a’lam bi shawab.

***
Bukti Jahadnya Komentar Mereka di Twitter 

Assyaukanie salah satu pegiat JIL

Selasa, 14 Mei 2013

#KOPROL: KARENA KITA PURNAMA


“Yang pakai baju kuning namanya kak Yogi Prastiyo, akun twitter-nya sama. Di sebelahnya Robbi Rodliya akun twitter-nya juga sama…. ” ucap seorang peserta mengawali sesi temu kenal kopdar follower alias #KOPROL.

Yap, karena tak kenal maka tak sayang, demikian petuah bijak mengatakan. Sebab ukhuwah mengajarkan, yang tertarik itu menarik. Ups, tapi jangan salah sangka dulu loh. Maksudnya adalah untuk menunjukkan ketertarikan kepada sesama, maka mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus berjuang keras untuk menghafal nama-nama.

Seperti yang pernah diucapkan oleh Dale Carnegie dalam bukunya Bagaimana Mendapatkan dan Mempengaruhi Manusia, mengatakan “Tidak ada yang lebih manis terdengar di telinga seseorang, dibandingkan nama atau panggilan kesukaannya.”

Karena tabiat dakwah itu saling mengenal, maka #KOPROL pun dikenal (halah #apa sihyogi).

Adalah  pada ahad, 12 Mei 2013 yang bertempat di rumah salah satu anggota #ITJBekasi ini @anitahindriani, mempertemukan beberapa orang follower @ITJBekasi dalam ajang temu sapa dengan beberapa penggerak @ITJBekasi. Mulai dari ketua, pengurus dan sub-sub chapter yang bernaung di bawahnya.

Dalam sesi perkenalan ini, kak @ariadecan selaku koordinator chapter, memberikan beberapa wejangan betapa bahayanya arus Liberalisasi masa kini. Dari sejak bangun tidur, menikmati aktivitas pagi, siang, sore dan malam sampai-sampai kita tanpa sadar dicekoki virus tersebut dari arah yang tidak diduga-duga. Dari media televisi misalnya, atau obrolan dengan teman sejawat yang intinya gak jauh-jauh dari media. Memuat gossip atau skandal artis yang isinya sangatlah jauh dari akhlak dan nilai islam.

Hiiii, serem banget yah! L

Tapi tak perlu cemas kawan, karena #IndonesiaTanpaJIL sudah hadir di Bekasi (JRENG! JRENG!). Sebagai sahabat juga saudara dimanapun kamu berada (ceileeeeh… suit suiiiiiit ^_^d).

Yah bukankah hakikat sahabat, ia menguatkan sesiapa insan lemah, meneguhkan sesiapa insan goyah. Ia bertugas saling nasehat menasihati dalam kebaikan. Seperti yang diungkapkan oleh ustadz Taqi (Seorang Imam masjid Al-Ihsan) dalam tausiyah singkatnya, kita mestilah saling memberi dan menerima dalam kebaikan (nasihat).

Ingat sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik dan buruk itu seperti pembawa minyak wangi dan pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya atau engkau membelinya atau engkau hanya akan mencium harumnya. Sementara pandai besi mungkin akan membakar bajumu atau mungkin engkau akan mencium bau yang tidak sedap.” (HR Bukhari dan Muslim).

Lebih lanjut, Rasulullah saw pun pernah bersabda, “Seseorang itu akan mengikuti agama temannya, karenanya hendaklah salah seorang diantara kalian mencermati kepada siapa ia berteman.” (Tirmidzi, Ahmad, dan Abu Dawud).

Well, jangan sampai kita salah memilih teman yah, apalagi teman hidup hi-hi-hi. Kudu wajib jangan salah pilih hi-hi-hi.

#Oke #Lanjut #FOKUS

Jadi pilihlah teman yang sama-sama membawa kebaikan. Jika di dunia nyata ada preman yang kerjaannya mengintimidasi, menakuti, pun demikiannya di dunia maya. Bahkan jauh lebih kejam. Di dunia maya ada profil-profil yang tidak mempunyai pekerjaan, selain dari pada mem-bully, bicara jorok, menghina agama dan lain-lain. Maka hindarilah mereka. Alih-alih waktu terbuang percuma menanggapi orang-orang yang kita tidak mendapat untung, ilmu, serta manfaat apalagi barokah. Khawatir terbakar karena terciprat api besi.

Lebih jauh @ITJBekasi hadir seperti halnya bulan yang sedang purnama. Hey, tahukah engkau bahwa bulan tidak memiliki cahaya. Tapi kenapa yah ia bisa bersinar? Kenapa hayoooo?

Jawabannya adalah karena ia memantulkan cahaya dari benda lain, bernama matahari.

So, janganlah cemas kalau-kalau kita tidak memiliki cahaya sendiri. Janganlah minder, apalagi kuper. Jadikan saja diri ini sebagai tempat memantulkan cahaya, toh nanti-nanti kita ikut bersinar indah.

Punya sahabat-sahabat yang baik dan saling menasihati. Pantulkan saja sinar nasihatnya, kasih feed-back yang baik, copy-paste perilaku baiknya, kemudian share ilmu-ilmu darinya. Punya sahabat yang pandai mengaji dan rajin mengerjakan amalan sunnah. Yaah pantulkan saja sinarnya, ikuti saja, ikutan nyemplung saja. Byuuuuuur! (Basah deh kakak hi-hi-hi)

Dan… tunggulah kabar baiknya. Lama-lama kita sendiri yang akan memiliki cahayanya. Yah kita sendiri yang memancarkan cahaya kebaikan.

Well, sekali lagi MENGAPA PURNAMA BISA BEGITU INDAH? Karena eh karena, ia memantulkan cahaya matahari di malam yang gelap. Maukah engkau sepertinya, menjadi bagian dari sang purnama memancar sinar kebaikan, penyeru pada iman?

Duhai Robbi, izinkan kami membersamainya.
***



Bekasi 13-5-2013

Kamis, 09 Mei 2013

#ITJBekasi GOES TO SCHOOL



“Kak, apa sih bedanya orang JIL dengan kita yang bukan JIL?” Antusias seorang siswa bertanya.

Yah itulah secuplik pertanyaan yang sering diutarakan oleh peserta di beberapa sekolah yang kami kunjungi. Begitu dahsyatnya serangan liberalisasi hingga anak-anak sekolah pun tanpa sadar sulit membedakan apakah orang JIL itu berkumis, berwajah sangar, bertato tulang tengkorak, atau berpakaian ala preman. Bukan, bukanlah ciri fisik yang membedakan itu semua. Secara kasat mata, kita (orang-orang yang anti JIL) dengan mereka sama. Memiliki kondisi fisik yang sama, bahkan bisa jadi dari segi penampilan pun mereka tampak lebih soleh dari kita.

Lantas apa dong yang membedakannya?

Adalah gaya pemahaman mereka terhada agama Islam. Mereka berusaha melegalkan sesuatu yang sudah disepakati oleh para ulama sebagai larangan alias haram. Sebagai contoh mereka dengan dalil-dalil liberalnya menolak RUU Pornografi, merestui pernikahan lintas agama, mempertanyakan larangan minum minuman keras, bahkan mereka berusaha memprovokasi lewat media kalau perilaku homo sex dan semacamnya adalah sah.

Inilah yang dikhawatirkan akan merusak akhlak generasi muda kota Bekasi. Karena derasnya arus media pulalah agenda-agenda besar mereka turut tanpa sadar meracuni pola pikir pemuda-pemudi negeri. Bayangkan adik-adik banyak anak SMA bahkan SMP tersandung kasus pelecehan seksual, lantaran keranjingan menontong tayangan porno. Atau mudah sekali kita temukan aneka minuman keras di pasaran, bahkan di jual di minimarket dengan merek dan kadar alkohol tertentu. Ini sungguh sungguhlan menyeramkan!

Atas dasar itulah kami #IndonesiaTanpaJIL @ITJBekasi memberikan sosialisasi tentang bahaya pemikiran liberalisasi, yang kian hari kian besar arusnya. Dan Alhamdulillah, @ITJBekasi telah melakukan aksinya dengan tema #GoesToSchool ke SMA 5 Tambun Selatan, SMA 12 Bekasi, SMA 2 Bekasi, SMA 5 Bekasi, SMA 3 Bekasi, dan terakhir pada sabtu tanggal 4 Mei 2013 akan mengunjungi adik-adik SMA 6 Kota Bekasi. Agenda yang diprakarsai oleh tim SDM ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi adik-adik sekaligus sebagai imunitas dari virus liberal itu sendiri.

Bukan hanya itu selepas dari agenda sosialisasi, @ITJBekasi pun membuat sub-sub chapter anti JIL di sekolah guna menjaga sekaligus menyaring pemikiran-pemikiran yang berusaha masuk ke bangku sekolah. Selain membuat subchapter @ITJBekasi juga berencana mengadakan kajian rutinan untuk seluruh sub chapter yang telah dibentuk guna meng-up grate pemahaman bahaya liberalisme.

Nah, bagi adik-adik generasi masa depan Bekasi, yang sekolahnya belum kami kunjungi, segera deh hubungi kak @yogiprastiyo. Ayuk buruan pesan jadwalnya dan nantikan kehadiran kami di sekolahmu. Ditunggu yah! J

***



Rabu, 25 Juli 2012

REFLEKSI: Dari Benci Turun ke Hati


Pastinya Anda punya dong, orang paling tidak disukai.
            Entah itu orang yang suka merendahkan Anda, nyebelin, ngegemesin, suka jahil, sering menghina dan lain-lain. Hei, apakah Anda mengoleksi beberapa orang nyebelin dalam daftar yang tertulis di hati. Ia membuat Anda cemberut setiap kali namanya disebut. Hayooo mengaku sajalah, seberapa banyak sih daftar benci mengisi hati Anda? Hi-hi-hi. Yah mudah-mudahan nama saya tidak tercatat di dalam koleksian tersebut. Amin. ^__^
            Ngomong-ngomong pernahkah kita sadar bahwa tubuh ini sering mengkomunikasikan sesuatu pada kita. Hati kita mengirimkan pesan untuk kita dalam rupa sakit, tapi lucunya kita langsung obati rasa itu dengan berbagai obat. Padahal belum siap dan masih memunculkan sakit. Bisa dari rasa marah yang belum terselesaikan, rasa benci yang disimpan di pencernaan. Karena kita tidak atau belum pernah belajar bagaimana cara hati berkomunikasi dengan kita. Yaaah jadinya semakin bingunglah kita saat mengalami sebuah rasa yang nggak nyaman dalam diri kita ini.
            Bila kita sepakat dan meyakini bahwa rasa sakit adalah pesan dari alam bawah sadar kita, maka lebih baik kita introspeksi diri, apa maksud alam bawah sadar kita dengan adanya sakit ini.
            Maka yang terpenting, cobalah ambil keputusan untuk melangkah. Barangkali kita lupa untuk memaafkan. Katakan maaf pada bagian tubuh yang dirasa sakit itu. Sampaikan dengan sungguh-sungguh dengan lisan maupun dalam hati. Katakanlah maaf karena selama ini menyimpan benda buruk di tempat suci bernama hati. Katakanlah, “Maafkan saya karena mengabaikan hati. Maaf karena selama ini tidak memahami betul maksud pesan rintih hati.”
            Kemudian maafkanlah orang-orang yang sempat mengisi daftar benci di hati kita. Seperti halnya hati ini memaafkan kita karena telah menyimpan benda tidak baik di dalamnya.  Walau berat untuk memaafkan, tapi hal itu bisa melegakan perasaan dan bikin plooong... seberat apa pun itu lepaskanlah semua benci ke udara, melupakan kesalahannya bersamaan helaan nafas.
            “Tapi kan tidak semudah itu memaafkan kesalahannya, Mas? Masih terasa sakiiiit banget kalau inget perlakuannya pada saya.”
            Yah saya pun sependapat, tidak mudah memang memaafkan kesalahannya, bila hati ini belumlah lapang dan terbuka. Bukankah pada akhirnya lebih indah jika memaafkan tanpa syarat. Yuk ahh, lapangkan hati selapang laaapangnya. He-he-he.
            “Lantas bagaimana caranya Mas, agar hati ini bisa lapang selapang laaapangnya?”
            Nah supaya bisa lapang selapang laaapangnya, bertanggung jawablah pada rasa sakit itu. Mungkin ada keputusan keliru di masa lalu, atau sebuah marah yang belum terselesaikan. Atau sebuah kekecewaan yang masih tersimpan. Bertanggung jawablah dari rasa sakit itu. Bahwa kita pernah salah dan keliru.
            Sederhananya begini, keberadaan kita sebagai manusia yang pernah berlaku tidak menyenangkan dan pernah membenci menggambarkan bahwa kita benar-benar manusia. Tempatnya salah dan lupa, makhluk ciptaan-Nya yang sempurna. Bukankah kondisi tidak baik tersebut (dalam keadaan marah dan benci) merupakan sebuah latihan  mematangkan jiwa dan melatih kesabaran. Jika manusia dalam kondisi apa pun adalah ciptaan hebat dari Sang Maha Pencipta, Allah SWT, mengapa masih menganggap dirinya tidak bisa memaafkan? Maafkanlah mereka yang pernah meleceh keadaan buruk. Karena hidup harus dijalani dengan tangan merangkul, bukan menuding. Dan kalau sudah menerima, semuanya akan jauh lebih lapang selapang laaapangnya. He-he-he.
            Nah setelah kita memaafkan diri sendiri, bertanggung jawab pada kekesalan yang sudah-sudah, terakhir taburlah hati dengan bubuk-bubuk cinta. (Suit-suit he-he-he)   
            Boleh saja ia membuat Anda kesal dan kecewa dibuatnya. Silahkan saja ia merendahkan anda hingga membuat dongkol karena perlakuannya. Tapi Anda berhak dong, untuk bersikap baik dan santun dihadapannya. Anda berhak menjaga integritas dan menjaga silaturahim Anda, serta memaafkannya. Semata-mata itu dilakukan demi cinta, seperti halnya kita mencintai Allah dengan segala karunia-Nya.
            Yap, taburlah cinta karena-Nya. Karena bisa jadi disuatu pagi Anda bisa plooong berjumpa dengan orang yang pernah Anda benci. Atau jangan-jangan malah seperti anak tetangga saya. Dulunya senang berkelahi, eeh setelah tumbuh gede mereka sudah jadi suami istri hi-hi-hi. Dan sudah dikaruniai seorang anak pula. Nah itu dia salah satu contoh kemurahan cinta-Nya.
            So, hela nafas sejenak, enjoy your time. Lepaskan ego-ego masa lalu, just relax… And say:
di depanmu aku tidak bisa marah
mungkin benar saat serpihan senyummu tumpah ruah
mengisi dahaga hariku jadi tawa
kesalku pun terlantar, dan benci nyaris punah
dalam hati ego bertekuk pasrah
apakah ini yang disebut cinta?
            He-he-he. Ngomong-ngomong keren juga ya ending-nya dengan puisi. Jadi gimana gitu he-he-he. Duh, lugunya saya ini. Yogi… yogi… ada-ada saja :p Maaf lahir batin yaa ^___^
***
Bekasi, 25-7-2012

Kamis, 26 April 2012

MENDADAK BANGKRUT


Tiga orang kakek tengah menceritakan prestasi anaknya. Kakek pertama bercerita, “Dulu anakku paling tidak pintar di sekolah. Raportnya banyak nilai merah. Tapi sekarang setelah dewasa ia menjadi kapolda.”
            
Kakek kedua tidak mau kalah, “Dulu anakku paling lemah fisiknya. Sering sakit-sakitan. Tapi sekarang setelah dewasa ia menjadi kapolri.”
            
Kakek ketiga pun juga tidak mau kalah. Sembari menyungging senyum, menyepelekan prestasi dari kedua anak kakek tadi, ia bercerita. “Anakku dulu memang bandel. Suka mencuri mangga, menjahili anak perempuan, dan berkelahi. Tapi sekarang sudah 15 tahun menjadi buron, tidak ada satu pun polisi yang mampu menangkapnya.”
            
He-he-he… sudah dulu aah ketawanya. Yah, gara-gara cerita di atas saya harus berkaca lagi nih sama cita-cita saya.

Setidaknya sudah dua kali saya merevisi peta hidup. Pertama, pada pertengahan 2008, saat saya masih imut-imutnya mejadi mahasiswa he-he-he. Kedua, awal 2010 setelah saya dipaksa-paksa oleh Ari Hadipurnama (teman terganteng saya) ikutan motivation discussion di pondok keajaiban. Banyak juga yang saya revisi, mengingat ada beberapa yang tidak relevan dengan kondisi saya kala itu.
  
Alhamdulillah, dari sekian rancangan mimpi ada beberapa yang terwujud. Seperti memiliki motor sendiri (pssst, padahal dibeliin sama ortu loh) tulisan dimuat di media massa, dan hafal beberapa surat.  Tapi ada satu rancangan mimpi yang membuat kedua alis saya beradu, dan sudah dua kali saya revisi, sampai saat ini belum juga saya gerakkan. Apalagi deadline-nya tahun ini, yaitu punya rumah, menikah, dan punya kendaraan roda empat.
            
Namun, tiba-tiba ada sebuah pertanyaan yang entah dari mana membuat saya pusing tujuh keliling, “Setelah itu semuanya Anda miliki, lantas selanjutnya Anda mau apa?”

Apakah ketika Anda membeli mobil mewah yang, memang diduduki segelintir orang, tapi nyatanya pengguna mobil termewah itu, dengan santainya membuang sampah ke jalan dari balik jendela.   Apakah ketika Anda bisa memesan makanan termahal dari koki-koki hebat, namun tidak semua makanan itu Anda habiskan. Jangan-jangan Anda hanya pamer bisa membuang makanan mahal tanpa perlu merasa iba. Atau apakah Anda bisa berjelajah ke penjuru kota, ke berbagai negara. “Jepret” di tempat yang memang Anda sukai. Kemudian Anda upload untuk jadi foto profile dan di-share ke beberapa teman, biar mereka tahu bahwa orang sukses itu bisa ke kota ini dan kota itu.”
            
Mendadak saya tersentak, meraih mimpi bukan hanya membutuhkan periapan jasmani semata, membutuhkan persiapan rohani juga perlu dipikirkan. Jika tidak, bisa membuat bangkrut. Yah, bisa-bisa kita malah disebut-sebut memiliki mental miskin. Bukankah jiwa yang sehat itu diperlukan untuk mengontrol yang raga. Karena kalau tidak, raga akan melakukan aktivitas yang benar-benar tidak terarah, akibatnya bisa membuat kita mendadak bangkrut. Dan jiwa yang bangkrut adalah hal lumrah, kemudian menjadi sebuah kebiasaan. Hei jangan-jangan kebiasaan ini menjadi budaya yang mengakar di masyarakat. (Hmm, layak dijadikan bahan penelitian nih he-he-he…)
            
Tapi yang membuat saya sedih justru orang lain malah bisanya menertawakan, mencibir kekonyolan itu, bahkan segelintir menjadikannya sebagai bahan obrolan.
            
Yah, meraih mimpi itu seperti masuk ke medan perang melawan musuh bernama diri sendiri. Maka persiapan mental itu sangat diperlukan. Supaya kita tidak tertipu menjadi sukses dengan menjadi orang kaya, punya rumah gede, punya mobil mewah, punya handphone merek ternama, sepatu kulit yang membuat sesiapa mata memandang akan terkesiap dan lain sebagainya.
            
Menjadi sukses bukan waktunya melampiaskan dendam masa lalu karena tidak memiliki apa-apa. Balas dendam karena pernah dipandang sebelah mata oleh yang lebih dulu hebat atau yang nasibnya dari dulu memang kaya raya. Persiapan mental itu diperlukan saat mengubah cara hidup, dari yang lama menjadi manusia kaya, dan menghadapi resiko setelah perubahan itu.
            
So, kaya dan sukses bukanlah soal situasi keuangannya, tetapi nilai yang ada dalam kondisi itu. Bukankah sebuah peribahasa mengajarkan, “Padi akan merunduk dan semakin merunduk kalau makin berisi?” Jadi sekaya atau sesukses apapun kita harusnya makin merunduk. Bukan tegak sombong dan angkuh. Karena hidup itu baru bermakna kalau kekayaan itu bisa membuat yang kaya serta orang lain yang melihatnya senang dengan prestasi Anda, juga termotivasi untuk bisa kaya.
            
Persiapan jiwa juga berguna untuk lebih bersyukur. Coba deh kita merenung sejenak, dari mana capaian prestasi Anda itu datang? Keberlimpahan hidup Anda itu karena kerja keras dan memang otak Anda encer, atau karena ada elemen lain yang ikut berperan di dalamnya?
         
Kalau tiba-tiba Anda bisa berubah sukses dan kaya, Anda juga bisa dong berubah mendadak bangkrut. Bukan saya mendoakan, yah setidaknya Anda sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. 
***
Jatinangor, 27/4/2012

Minggu, 08 April 2012

Refleksi: JADILAH PEMAIN, JANGAN MELULU JADI PENONTON

Jakarta. Satu kota tapi memiliki banyak masalah. Kemacetan misalnya, yang selalu saja menghantui para pengguna jalan raya. Terutama di jam-jam sibuk, dimana warga Jakarta dan sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi berduyun-duyun memacetkan jalan. Banyak sekali kerugian yang ditimbulkan dari kemacetan, seperti banyak waktu terbuang di jalan, produktivitas kerja menurun, penggunaan bahan bakar tidak efisien, serta kerugian kesehatan.
            Selain menyoal kemacetan, Jakarta juga memiliki masalah tata ruang kota. Dimana banyak proyek pembangunan yang tak kunjung selesai, seolah-olah dibuat asal-asalan. Beberapa ruas jalan dan jembatan bahkan tak terurus. Banyak lubang di sana sini. Kemudian banjir yang tak kunjung teratasi kala hujan turun deras. Baik itu akibat luapan air kali, minimnya daerah resapan dan drainase yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
            Kemiskinan juga semakin akut saja. Dimana angka penderita gizi buruk masih cukup tinggi. Belum lagi berbicara kriminalitas, ledakan populasi penduduk, pengelolaan sampah, penyimpangan perilaku remaja dan masih banyak lagi.
            Well, jika Anda dipercaya memimpin Jakarta, kira-kira langkah apa nih yang hendak Anda lakukan?
            Mendekati Pilkada beberapa teman saya di Jakarta pesimis dengan kandidat yang ada. Percuma saja memilih, toh mereka sama saja dengan pemimpin sebelumnya. Hanya pintar mengumbar janji. Katanya ahli mengantisipasi banjir, bilang ahlinya mengatasi kemacetan. Nyatanya? Bus transjakarta belum efektif mengurangi kemacetan. Pembangunan banjir kanal pun tak kunjung selesai.
            Beberapa teman saya yang lain mencibir dan menghinanya, dengan karikatur atau foto-foto nyeleneh (seperti presiden kala isu BBM naik) di publish di situs jejaring sosial. Kemudian pengguna jejaring sosial lain ikut-ikutan komen, ikut-ikutan mencibir, bahkan ada cibiran yang tidak pantas di alamatkan, seolah-olah mereka merasa paling benar.
            Belakangan saya bergumam sendiri menanggapi perilaku teman-teman saya itu, “Begitukah caranya mengingatkan pemimpin kita?”
            Memang saya sadari bahwa dalam membangun kota kelahiran saya ini, pemerintah lamban dalam proses berbenah. Namun, sebagai warga setidaknya kita ikut berpartisipasi membangun, bukan ikut-ikutan berpartisipasi mengejek, mencibir, menghujat secara berlebihan.
            Saya jadi teringat pesan guru ngaji saya, “Jadilah pemain, jangan melulu jadi penonton yang pintar berbunyi tapi kosong isinya...”
            Hmmm... kalimat yang bisa kita renungi bersama.
            Ohya, ngomong-ngomong tentang kepemimpin Jakarta, saya jadi teringat akan kisah seorang Khalifah Daulah Abbasiyah, yang pernah ditulis Mas Salim A. Fillah (tentunya Anda sudah mengenalnya bukan J).
            Begini ceritanya. Suatu ketika saat sedang bertemu publik di masjid, sang khalifah dikritik keras dengan teguran membabi buta oleh seorang ulama. Dengan tersenyum dia berkata, “Coba katakan padaku Syaikh, mana yang lebih buruk antara aku dengan Fir’aun yang ditenggelamkan Allah?”
            “Tentu saja Fir’aun masih lebih buruk!”
            “Dan mana yang lebih baik antara engkau dengan Musa ‘Alaihis Salaam?”
            “Apa?! Astaghfirullah. Tentu saja Musa lebih baik.”
            “Jika engkau tak lebih baik darinya, mengapa engkau perlakukan aku begitu buruk dari Fir’aun. Bahkan Musa as saja diperintahkan lemah lembut terhadap Fir’aun?”
            Yuk, kita renubgi ayat berikut.
            “Maka bicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut (qaulan layyinan), mudah-mudahan dia sadar dan takut.” (QS. Thaha:44)
***
            Namanya Pak Zaelani. Saya baru berjumpanya sekali di rumah teman saya, Doddy, di Century 2 Pekayon. Malam itu beliau datang menggantikan guru ngaji saya yang mendadak meninggalkan kami ke Singapura. Malam itu juga saya mengenal sosok pribadi yang santun bertutur kata, luwes bertinteraksi, tegas, dan jujur dalam mengambil sikap.
            Pak Zaelani bekerja sebagai seorang akuntan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Yang saya dengar dari beberapa kerabatnya, beliau pribadi yang juju dalam mengaudit anggaran RSCM. Tidak sedikit kontraktor pengadaan perlengkapan RSCM yang ditolak amplopnya (maksudnya suap gituh ^^). Kecuali jika RSCM betul-betul membutuhkannya.
            Pak Zaelani adalah sosok yang luwes dalam berinteraksi. Tidak peduli mereka bawahan atau atasan. Beliau juga membangun atmosfer spiritual dengan mengadakan pengajian rutin di masjid RSCM. Mengajak para dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya untuk lebih dekat dengan Allah SWT. Setidaknya lewat pendekatan spiritual, beliau mengingatkan betapa mereka harus benar-benar total dalam melayani masyarakat. Semata-mata dikerjakan karena Allah SWT.
            Yah, saya masih yakin walaupun persoalan ibukota beragam, pada akhirnya masih ada orang-orang seperti Pak Zaelani, yang masih semangat berkontribusi memberikan yang terbaik bersama pemerintah melayani masyarakat. Ayah saya pernah bilang, membenahi Ibu kota bukan semata dibebankan pada gubernur seorang ataupun pemerintahan daerah, semua elemen juga mesti bertindak. Maka dari itu yuk saatnya bertindak, berikan apa yang bisa kita beri untuk kota tercinta. Bukankah selalu ada yang namanya harapan.
            Dan ingatlah selalu petuah sakti guru ngaji saya (he-he-he senjata kalee sakti), “Jadilah pemain, jangan melulu jadi penonton yang pintar berbunyi, eh eh tapi kosong isinya...”
***
Bekasi, 9/4/2012